Sekretaris PP Perhimpunan Dokter Spesiali Kedokteran Jiwa Indonesia
(PDSKJI) dr. Agung Frijanto mengatakan konsekuensi seseorang apabila
depresi tak tertangani maka akan meningkatkan risiko bunuh diri. Ia
mengimbau masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan kalau ada anggota
keluarga yang mengalami gejala depresi.
Gejala
depresi dapat dilihat dari 3 aspek, antara lain afek, kognitif, dan
fisik. Gejala depresi pada Afek dapat ditandai dengan sedih, hilangnya
minat, iritabilitas, apatis, anhedonia, tak bertenaga, tak bersemangat,
isolasi social, dan aniestas.
Gejala depresi
secara kognitif dapat dicirikan dengan rendah diri, konsentrasi menurun,
daya ingat menurun, ragu-ragu, rasa bersalah, ide bunuh diri. Selain
itu, secara fisik dapat dilihat dari psikomotor menurun, fatigue,
gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dan hasrat seksual menurun.
”Puskesmas
di layanan primer punya peran penting dalam pelayan jiwa. Dalam sistem
rujukan JKN kita tempatkan di rumah sakit umum dan rumah sakit jiwa,”
kata dr. Agung di gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (7/10).
Dr.
Agung menambahkan, setiap orang perlu meningkatkan kepedulian antar
sesama. Peran keluarga sangan penting dalam hal mencegah depresi lebih
parah.
Tak hanya dalam keluarga, upaya pencegahan harus juga dilakukan di lingkungan lain seperti sekolah.
”Poinnya
bagaimana memberikan pemahaman kepada orangtua dan guru-guru di sekolah
dasar. Pada kondisi remaja atau SMP/SMA kita bisa melakukan deteksi
dini, kita bagikan instrument atau daftar pertanyaan untuk mengetahui
apakan remaja tersebut depresi atau tidak,” kata dr. agung.
Direktur
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Anung Sugihantono
mengatakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir perilaku bunuh diri
karena depresi telah mencapai angka yang kritis. Secara global WHO
menyebutkan lebih dari 800.000 orang meninggal setiap tahunnya atau
sekitar 1 orang setiap 40 detik bunuh diri.
Tingkat
prevalensi angka bunuh diri di negara berpenghasilan tinggi ternyata
lebih tinggi dibandingkan di negara berpenghasilan rendah atau menengah
(12,7% : 11,2% per 100.000 populasi). Contoh 3 negara terbesar akan
kasus bunuh diri per 100.000 populasi yaitu diantaranya Guyana, Korea
dan Sri Lanka.
”Tetapi di Indonesia sendiri
belum ada angka prevalensi nasional. Menurut penelitian dikatakan bahwa
angka bunuh diri di kota Jakarta pada tahun 1995-2004 mencapai
5,8/100.000 penduduk. Begitupun laporan dari WHO di tahun 2010
menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8% per
100.000 jiwa,” ucap dr. Anung.
Program
pencegahan yang dapat dilakukan di lingkungan sektor kesehatan di
antaranya meningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader dalam bentuk
deteksi dini, intervensi krisis, dan manajemen gangguan jiwa.
Mengembangan klinik sehat jiwa di Puskesmas, pelatihan kader, serta
pengembangan Posyandu Lansia Plus.
Berita ini
disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian
Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes
melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.