Gerdu CTPS Puskesmas Puhpelem

Inovasi Gerdu CTPS (Gerakan Dua Puluh Satu Hari Cuci Tangan Pakai Sabun) merupakan inovasi yang diinisiasi oleh UPTD Puskesmas Puhpelem sejak tahun 2019. Adapun latar belakang lahirnya inovasi ini diawali dari salah satu faktor pendukung kemajuan SDM di bidang pendidikan adalah kesehatan individual pelajar. Mewujudkan kesehatan siswa yaitu dengan cara menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan sekolahnya. Bila para siswa menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan sekolahnya, upaya peningkatan derajat kesehatan di sekolah akan terwujud. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, infeksi saluran pernapasan (ISPA), flu burung, dan juga influenza. Jumlah anak usia sekolah yang cukup besar merupakan masa keemasan untuk menanamkan PHBS sehingga anak sekolah berpotensi sebagai agen perubahan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat untuk menciptakan sekolah sehat. Salah satu indikator PHBS sekolah yaitu mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Dari 17 sekolah yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Puhpelem, cakupan PHBS Sekolah dengan strata utama sebanyak 9 sekolah (53%), masih dibawah target yang ditetapkan (60%), sedangkan 8 sekolah lainnya masih berstrata pratama dan madya. Oleh karena itu, melalui kegiatan inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran siswa menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah serta dapat meningkatkan cakupan PHBS sekolah dengan strata utama. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan terobosan untuk meningkatkan strata PHBS Sekolah melalui program inovasi “GERDU CTPS”. GERDU CTPS merupakan singkatan dari GERakan DUa puluh satu hari Cuci Tangan Pakai Sabun. Gerakan ini bertujuan untuk membentuk kebiasaan sehat yang permanen pada siswa-siswi pada waktu penting yaitu mandi pakai sabun, sebelum makan pagi, makan siang dan makan sore, serta setelah dari toilet dengan melakukan CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) yang benar selama 21 hari secara terus menerus tanpa putus agar menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun alur perencanaan inovasi dimulai dengan konsultasi dengan Kepala Puskesmas yang selanjutnya dilakukan koordinasi dengan tim kegiatan inti Gerdu CTPS. Setelah koordinasi dengan tim kegiatan, maka kegiatan yang selanjutnya dilakukan adalah penyuluhan terkait Inovasi Gerdu CTPS ke sekolah-sekolah dasar yang anak di Kecamatan Puhpelem yang didalamnya terdapat penjelasan pengisian kalender CTPS dan dilanjutkan dengan praktek langkah-langkah dalam inovasi Gerdu CTPS. Kegiatan penyuhan di sekolah dasar ditutup dengan pemasangan poster terkait inovasi Gerdu CTPS.

Getuk Torobasung (Gerakan Serentak untuk Pracimantoro 1 Bebas Pasung )

Getuk Torobasung merupakan salah satu dari ratusan inovasi di Kabupaten Wonogiri yang diinisiasikan oleh UPTD Puskesmas Pracimantoro I. Inovasi Getuk Torobasung sendiri sudah berlangsung sejak tahun 2019 yang bekerjasama dengan masyarakat Kecamatan Pracimantoro terkait kesadaran akan hak-hak penyandang disabilitas dan kesadaran pasung adalah tindakan illegal melalui kegiatan sosialisasi dan promosi media seperti halnya yang dilakukan dengan peneribitan artikel di laman website Kompasiana. Adapun yang melatarbelakangi Inovasi Getuk Torobasung ini adalah masih banyaknya pemasungan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat di wilayah UPTD Puskesmas Pracimantoro I. Pemasungan pada ODGJ merupakan pelanggaran HAM berat karena dilakukan pada orang dengan disabilitas yang mengakibatkan tidak mampu mengakses layanan dapat mengurangi tingkat disabilitasnya. Selain itu, tindakan pemasungan berakibat hilangnya kebebasan untuk mengakses layanan yang dapat membantu pemulihan fungsi ODGJ tersebut. Padahal pada dasarnya pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dengan gangguan jiwa harus diwujudkan secara optimal serta mengoptimalkan pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan terjaminnya hak orang dengan ganguan jiwa yang berimplikasi pada peningkatan produktivitas sumber daya manusia. Karena masih adanya adanya kasus ODGJ yang tidak dirawat dan ditelantarkan atau bahkan dipasung menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap ODGJ dimasyarakat dan membutuhkan penanganan lintas sektoral. Hal inilah yang melatarbelakangi UPTD Puskesmas Pracimantoro I mengadakan kegiatan inovasi yaitu Gerakan Serentak untuk Pracimantoro Bebas Pasung atau yang lebih dikenal dengan Getuk Torobasung. Dengan adanya SK Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri tahun 2019 menjadi landasan untuk berlangsungnya inovasi ini. Dengan adanya Inovasi Getuk Torobasung ini diharapkan di tahun 2022 mendatang, sudah tidak ada lagi ODGJ yang ditelantarkan atau bahkan dipasung oleh keluarganya di wilayah UPTD Puskesmas Pracimantoro I. Sehingga, dibutuhkan dukungan dan kerjasama dari semua pihak yakni lintas sektoral yang ada di tingkat desa maupun Kecamatan Pracimantoro. Sehingga, adapun tujuan Inovasi Getuk Torobasung adalah untuk mengupayakan Pracimantoro bebas pasung dan untuk memberikan pelayanan kesehatan berupa kunjungan rumah dan pengobatan pada kasus ODGJ sehingga diharapkan memberikan manfaat pada masyarakat agar mengerti tentang penanganan ODGJ dengan benar dan menghilangkan stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat.

Telur Badermas Puskesmas Kismantoro 1

Inovasi Telur Badermas merupakan inovasi yang dibuat oleh UPTD Pukesmas Kismantoro dengan penanggung jawab dari inovasi ini bernama Santosa. Latar belakang diciptakannya inovasi ini karena angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh Tuberkulosis di Kabupaten Wonogiri sebesar 788 kasus ditahun 2016 dan ditahun 2017 naik sebesar 869 kasus. Tuberculosis sendiri atau biasa dikenal dengan TB merupakan penyakit paru-paru akibat kuman Mycobacterium tuberculosis yang menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama dan biasanya lebih dari 3 minggu. Gejalanya berupa batuk berdahak dan terkadang mengeluarkan darah. Kuman TBC pun tidak hanya menyerang paru-paru, namun juga menyerang tulang, usus, atau kelenjar. TBC umumnya ditularkan dari percikan saliva yang keluar dari penderita TBC ketika bersin atau batuk, serta lebih rentan menular pada seseorang yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah seperti penderita HIV. Salah satu strategi dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit TBC adalah dengan penemuan TOSS TB yang diharapkan dapat menggerakkan hati setiap individu bahwa eliminasi TBC merupakan kesadaran bersama yang kemudian UPTD Pukesmas Kismantoro membuat terobosan dalam meningkatkan penemuan suspek TB di masyarakat yang dinamakan dengan Telur Badermas. Inovasi Telur Badermas ini berupa kegiatan kunjungan rumah yang dilakukan oleh kader TB terlatih untuk memberikan informasi mengenai TB sekaligus melakukan skrining gejala TB pada seluruh anggota keluarga yang ditemui saat itu (minimal 1 orang dewasa), dan jika hasil dari skrining ditemukan gejala TB, maka akan diberikan surat rujukan untuk periksa dahak di Fasyankes terdekat melalui Program TB di mayarakat. Adapun tujuan dari inovasi ini adalah : memberikan sosialsasi berupa Gerakan ketuk pintu, alur, teknis pelaksanaan dan pencatatan laporan, meningkatkan kepedulian masyarakat untuk berperan dalam upaya program pencegahan dan pengendalian TBC, memperkuat komitmen dan kepemilikan seluruh pihak untuk berperan dalam upaya program pencegahan dan pengendalian TBC, menyebarluaskan informasi tentang TBC kepada seluruh lapisan masyarakat agar meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pencegahan penularan, pemeriksaan dan pengobatan TBC yang berkualitas, serta menemukan tersangka ataupun kasus TB di masyarakat. Dengan adanya inovasi ini, diharapkan kasus TBC di Kabupaten Wonogiri dapat menurun seta dapat melakukan pengobatan yang maksimal bagi penderita TBC di Kabupaten Wonogiri agar kembali menjalani kegiatannya secara normal tanpa perlu takut menularkan penyakit TBC bagi lingkungan sekitar.

SI CANTIK (Siswa Pencari Jentik)

Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Nomor HK.02.02/IV/30.18/2019 perihal Kesiapsiagaan Peningkatan Kasus DBD, disampaikan bahwa Kabupaten Wonogiri Jumlah Kasus DBD tahun 2019 meningkat sebanyak 59 kasus dibandingkan dengan tahun 2019 24 kasus.  Hingga saat ini peran serta dalam pelaksanaan PSN belum optimal, masih banyak masyarakat yang belum melaksanakan PSN secara rutin. Upaya pencegahan penyakit khususnya yang ditularkan oleh vektor tidak hanya menjadi tanggungjawab instansi pemerintah, tetapi peran serta masyarakat juga perlu ditingkatkan sehinga program pengendalian bisa berhasil secara maksimal, bentuk peran serta dalam mewujudkan lingkungan yang sehat bebas dari vektor penyakit selain upaya menjaga kebersihan bagi setiap masyarakat di lingkungan masing – masing, perlu juga adanya partisipasi aktif dan kepedulian masyarakat sendiri untuk ikut membantu mengawasi lingkungan dari kehidupan binatang atau vektor penyakit. Salah satu bentuk partisipasi dan kepedulian masyarakat terkait dengan pengawasan terhadap kehidupan vektor penyakit khususnya keberadaan nyamuk aedes aegypty adalah keterlibatan masyarakat dalam JUMANTIK. Jumantik merupakan salah satu bentuk pemeberdayaan masyarakat terhadap pengawasan keberadaan dan kehidupan vector khususnya pengawasan terhadap kehidupan jentik nyamuk aedes aegypty yang merupakan vector penyakit demam berdarah. Keberadaan JUMANTIK sangat diperlukan untuk deteksi dini adanya vector. PSN 3M secara rutin dapat membantu menurunkan kepadatan vector, berdampak pada menurunnya kontak antara manusia dengan vector, akhirnya terjadinya penurunan kasus DBD. Kelompok anak sekolah merupakan bagian kelompok masyarakat yang dapat berperan strategis, mengingat jumlahnya sangat banyak sekitar 20% dari jumlah penduduk Indonesia adalah anak sekolah SD, SLTP dan SLTA. Anak Sekolah tersebar diseluruh wilayah, baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Peran serta anak sekolah sebagai jumantik dapat digunakan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada usia dini, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan perilakunya dimasa yang akan datang. Selain itu, menggerakan anak sekolah lebih mudah dibandingkan dengan orang dewasa dalam pelaksanaan PSN.  Jika anak sekolah mampu dijadikan agent of change/ agen perubahan untuk memotong rantai jentik penyebab DBD maka Puskesmas Giriwoyo II memiliki program pembinaan dan pembentukan kader siswa pencari jentik di sekolah di wilayah kerja UPTD Puskesmas GIRIWOYO II, Hal ini selaras dengan program Ketua Umum TP PKK Wonogiri Ibu Verawati Joko Sutopo yang memprakarsai program Jumantik Cilik Pada Tahun 2018.

SEGO SAKCETING (Sesarengan warga beraksi cegah stunting)

Inovasi Sego Sak Ceting atau Sesarengan Wargo Beraksi Cegah Stunting merupakan sebuah inovasi yang berfokus terhadap upaya pencegahan stunting dimana pada saat ini, dimasa pertumbuhan teknologi yang mengharuskan generasi penerus bangsa untuk cerdas, kreatif, dan produktif, maka diperlukan pula tumbuh kembang dengan baik serta sehat dan memiliki asupan makanan yang cukup dan bergizi. Stunting sendiri merupakan keadaan dimana anak-anak terlahir dan tumbuh dalam situasi kekurangan gizi kronis, yang menyebabkan anak menjadi kerdil (stunting). Kekerdilan pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada balita. Hal ini dikarenakan adanya kekurangan gizi yang terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Dengan adanya keadaan inilah yang kemudian oleh UPTD Pukesmas Giriwoyo 1 mengupayakan langkah strategis dalam mencegah stunting yang dimulai dengan pertemuan lintas sector, PKK, dunia usaha, Kepala Desa dan Kelurahan, serta dipimpin langsung oleh Camat Giriwoyo menghasilkan keputusan menamai program ini dengan nama “Sego Sak Ceting” atau “Sesarengan Wargo Beraksi Cegah Stunting”. Upaya yang dilakukan dalam inovasi ini adalah dengan memberikan inovasi kepada masyarakat dengan memanfaatkan lahan pekarangan dengan ternak lele/ayam/puyuh dan sayur hidup. Dengan memberikan stimulant tempat ternak lele dari bis beton dan bibit sayuran, maka ketika telah mencapai waktu panen, hasil panen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai makanan dan menambah nilai gizi bagi bayi dan balita. Sebagai bentuk perhatian terhadap pertumbuhan anak dalam mencegah stunting, kunci pencegahannya adalah ketersediaan gizi yang cukup bagi remaja, ibu hamil, bayi, dan balita dimana lahan pekarangan milik masyarakat yang tidak dimanfaatkan lah yang menjadi sarana dalam memenuhi sumber gizi masyarakat. Pelaksanaan inovasi ini tentu memiliki tujuan yaitu mencegah stunting di wilayah kerja UPTD Pukesmas Giriwoyo I. Selain itu, inovasi ini juga bertujuan dalam memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai makanan-makanan yang mengandung nilai gizi tinggi dan yang baik bagi pertumbuhan balita yang sedang mengalami pertumbuhan emas. Bagaimanapun juga, sangat penting untuk memperhatikan makanan yang bergizi yang akan dikonsumsi oleh anak dan balita serta didukung dengan memberikan ASI Ekslusif sejak bayi lahir hingga mendekati usia yang cukup untuk diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI).